Tentang keluarga, coba rasakan andai kata
sebuah rumah dengan mobilnya lima, pembantu 3 orang dengan gaji masing-masing 5
juta setiap bulan. Namun, rumah tersebut tidak ada anak kecil yang senantiasa
mau meng-obrak-abrik perabotan, tidak ada tangisan bayi, bahkan tidak ada yang
panggil salam ketika anak berangkat dan pulang sekolah, serta taka ada anak
yang mau berbagi cerita dengan seorang mama. Apakah seperti ini yang Sahabat
Zawaya maksudkan sebagai ‘Baiti Jannati’?
Tentu tidak bukan? Nah, kadang anak
kecil yang berantem karena mainan di rumah lebih bermakna ketimbang ramainya
pembantu dan clint/mitra usaha. Tangisan dan kegaduhan anak kecil lebih membuat
kita rindu dibanding rumah dengan sejuta asset dan sekian investasi.
Kenapa Sahabat Zawaya harus
memikirkan tentang regenerasi? Investasi bisa berbentuk uang, reputasi bisa
berbentuk ketenaran, namun kedua-duanya masih tidak lebih mebanggakan dibandingkan
anak soleh, ketika dia bersama kita mau menghapus segala keluh dan letih,
bahkan ketika dia tidak di rumah kepergiannya diikuti oleh segala keceriaan
yang ada di segala isi rumah.
Dengan anak yang qurrota a’yun (penyejuk
mata), segala kebahagiaan didapat, kebahagiaan di dunia, bahkan di
akhirat. Kenapa tidak, ketika dia tumbuh dengan prestasinya kita akan ikut bangga.
Anak soleh-pun tidak pernah membuat orang tuanya meminta, dia memberi sebelum
ditanya.
Bahkan, pemilik peradaban dunia
sekalipun pada akhirnya akan sirna, namun segala jasanya akan senantiasa abadi
dengan abadinya keturunan. Maka tak heran dalam hadits ke 2682, Imam Muslim
meriwayatkan tentang investasi yang abadi dan terus berafiliasi, yaitu sodaqoh
jariah, ilmu yang diamalkan, dan anak soleh yang mendoakan orang tuanya.
Apakah Sahabat Zawaya sudah
terfikirkan, bagaimana agar ketika kita meninggal dunia, akan ada seribu orang
yang pahala ibadahnya mengalir pada kita, caranya : Barang siapa yang
memberi petunjuk pada kebaikan, maka ia memperoleh pahala sama seperti yang
orang tersebut lakukan (HR. Muslim 1893).
Asumisnya, jika kita punya 3 orang
anak soleh-solehah, mereka akan melahirkan dan menjadi kakek-nenek dari sekian
keturunannya, dan di antara keturunannya ada yang menjadi guru pendidik yang
mengajarkan kebaikan. Ada berapa investasi akhirat yang akan kita petik higga
nanti, hingga kita mati sekalipun.
Sering ada yang takut; menunda hamil
karena income belum maksimal, belanja masih terlalu besar, belum
melunasi hutang, belum punya rumah. Pertanyaannya adalah, apakah waktu itu segala
ketakutannya lantas bisa diatasi dengan tidak adanya anak? Apakah ketika kita
aborsi semua beban ikut gugur bersama nyawa yang telah kita dzolimi? Justru
beban sering bertambah.
Jika pertanyaan ini kurang mari
Sahabat Zawaya bertanya ulang pada diri masing-masing. Apakah saat kecil hingga
dewasa kehidupan orang tua kita makin menderita atau makin mudah, makin susah
atau bertambah lapang. Jika jawabannya inshallah terbalik, justru orang
tua kita makin nyaman dengan segala kondisinya, kebahagiaannya sudah berubah,
tidak lagi bertumpu pada materi dan reputasi, bahkan kebahagiaan mereka mulai
sederhana dan tercukupi hanya dengan melihat senyum pada bibir anak-anaknya.
Hal ini ketika dia menjadi ayah, lebih sempurna lagi kebahagiannya manakala dia
sudah menjadi kakek-nenek. Dia tidak lagi membahas karir dan ekonomi, bahkan
dia hanya ingin mendengar kabar indah yang akan diceritakan oleh anak-anaknya,
lebih membahagiakan lagi ketika kabar indah itu tentang cucunya yang berebut
boneka, cucunya menangis karena melihat saudaranya yang disakiti oleh balita
seusianya.
Bahkan ada banyak cerita yang bisa
Sahabat Zawaya dengarkan tentang keturunan yang menyemai keindahan, ramainya
anggota keluarga yang menuai ketentraman. Mari berinvestasi untuk kebutuhan
dunia, juga akhirat kita.
Oleh: Zawaya Halim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar