Recent Posts

DEGENERASI PESANTREN BERTRADISI

Senin, 11 November 2019
image by: https://4.bp.blogspot.com/

Oleh: Zawaya Halim
                Sebelum Anda terlanjur membaca, penulis sampaikan bahwa essai ini tidak argumentative secara ilmiah. Jika Anda memutuskan untuk tidak membaca, maka kopi Anda tidak sia-sia dingin. Namun, jika bertekad melanjutkan, maka Anda memutuskan untuk lebih open mind it dan menikmati kopi yang lebih bermakna.
                Silahkan diseruput terlebih dahulu. Ya, hitam pekat, dan sebenarnya pahit, jika Anda lupa menyeduh gula, ibaratkan pesantren, kopi dengan segala jenis sudah bertebaran, serta pesantren dengan segala genre berserakan.
                Lantas, apakah lembaga pendidikan Islam ini akan terus bersikukuh dengan prinsip tradisionalisme, di tengah gerusan gelobal, gitalisasi ideology.
                Saat ini, digitalisasi pesantren telah gencar, ini bukan peristiwa baru. Namun, beberapa pesantren masih bersikukuh dengan dedigtalisasi, bahkan sangat menutup diri dari perkembangan informasi dan teknologi.
                Contoh kecil, media social dibatasi, komunikasi dan interaksi terbelenggu. Sedangkan realita gelobal menuntut kita untuk berbaur, membuka cakrawala pemikiran, serta beradaptasi dan menghindari ketertinggalan.
                Ketika ada prediksi bahwa manusia abad dua satu akan menggandakan diri, antara dirinya di dunia nyata dan dunia on-line, itu artinya naturalisasi tidak bisa dielakan lagi, dalam artian kita harus tetap melakukan adaptasi sitem menuju era akulturasi digital yang islami.
                Maka tak ayal, ketika ada sebuah lembaga pendidikan yang terkejut saat melihat fakta terbalik tentang anak didiknya berperilaku tidak sesuai dengan apa yang diajarkan, hal ini pasti terjadi. Semuanya dilatari karena pendidikan kultural yang anti digital system hanya menyentuh separuh ranah pada anak didiknya, yaitu ranah real yang tentu hanya separuh kehidupan.
Faktanya, separuh kehidupan mereka sedang di ranah digital, baik interaksi, komunikasi maupun penyerapan informasi. Maka tak heran jika pendidikan seakan berfek pada doktrin pembentukan karakter yang bermuka dua. Anak dituntut berkepribadian baik di dunia nyata, namun aspek virtual digital belum benar-benar tersentuh oleh system pendidikan.
Jika tidak ingin sebatas berkearifan lokal yang mulai tertinggal, tentunya harus ada upgrading of educations system yang menyentuh kehidupan anak, dalam segala lini dan tempo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar